GEMS GRATISSS COC!! CLASH ON!!
hi kawan blogger semua sudah lama tidak posting kali ini saya mau berbagi tips tentang sebuah games yang cukup populer yaitu Clash Of Clans, game ini salah satu dari game yang sedang tending di google play.
kali ini saya mau berbagi tips tentang cara untuk mendapatkan gems. gems gratis untuk kalian semua
Ok.. langsung saja langkah - langkahnya
1. download aplikasi di google play namanya app nana kawan bisa donlot disni https://play.google.com/store/apps/details?id=com.appnana.android.giftcardrewards&hl=en
2. setelah donlot aplikasi tersebut, kawan bisa install app dan nonton video buat dapet yang namanya "nana points" yg bisa kawan tukarkan dengan google play gift card yang bisa dipake buat redeem gem di COC.
3. Kawan cukup donlot app dan nonton video sampai "nana points" agan mencapai 15.000.
4. setelah nana points kawan sudah mencapai 15.000 kawan bisa masukin invitation code a7310998 buat tambahan 2500 nana point.
5 Kumpulin nana points dengan share invitation kode agan dengan teman agan.
setelah terkumpul cukup nana points kawan bisa redeem google play gift card
6. bisa dapat gem gratiss itu machoo
SANTAI SEJENAK
Tetap berkarya
Klik Dolar
Klik dan Dapatkan Dollar
Minggu, 25 Januari 2015
Sabtu, 09 November 2013
KONSEP DASAR PENYAKIT THALASEMIA
A.
Pengertian
Thalassemia adalah sekelompok
kelainan darah herediter yang ditandai dengan berkurangnya atau
tidak ada sama sekali sintesis rantai globin, sehingga menyebabkan
Hb berkurang dalam sel-sel darah merah, penurunan produksi sel-sel darah
merah dan anemia. Kebanyakan thalassemia diwariskan sebagai sifat
resesif. (Renzo Galanello)
Thalassemia merupakan suatu kelainan bawaan sintesis hemoglobin (Hb). (Mohammad
Azhar Ibrahim Kharza)
Talasemia merupakan penyakit anemia hemolitik dimana terjadi kerusakan sel
darah merah di dalam pembuluh darah sehingga umur eritrosit menjadi pendek (kurang
dari 100 hari).
Penderita Talasemia mempunyai
masalah dengan jumlah globin yang disintesis terlalu sedikit, sedangkan “anemia
sel sabit” (hemoglobinopathy atau kelainan pada hemoglobin) adalah masalah
kualitatif dari sintesis globin yang berfungsi tidak benar. Talasemia biasanya
menyebabkan rendahnya produksi protein-protein globin yang normal. sering kali
melalui mutasi pada gen pengatur. Hemoglobinopathy (kelainan pada hemoglobin)
menunjukan kelainan struktural dalam protein globin itu sendiri. Dua kondisi
bisa terjadi overlap, namun, karena sebagian kondisi yang menyebabka
abnormalitas pada protein-protein globin (hemoglobinopathy) juga mempengaruhi
pada hasilnya (talasemia).
B.
Etiologi
Penyebab kerusakan tersebut karena hemoglobin yang tidak
normal (hemoglobinopatia); dan kelainan hemoglobin ini karena adanya gangguan
pembentukan yang di sebabkan oleh:
1.
gangguan struktural pembentukan hemoglobin (hemoglobin abnormal) misalnya pada
Hb S, Hb F, Hb D dan sebagainya.
2.
gangguan jumlah (salah satu/ beberapa) globin seperti pada talasemia.
Kedua kelainan ini sering dijumpai bersama-sama pada orang
seorang pasien seperti talasemia Hb S atau talasemia Hb F. penyakit ini banyak
di jumpai pada bangsa- bangsa disekitar laut tengah seperti turki, yunani,
Cyprus dan lain-lain. Di Indonesia talasemia cukup banyak di jumpai bahkan
dikatakan merupakan yang paling banyak penderitanya dai pasien penyakit darah
lainnya.
C. Klasifikasi
Secara klinik talasemia di bagi menjadi 2 golongan sebagai
berikut:
1.
Talasemia mayor, memberikan gejala klinik yang jelas
2.
Talasemia minor, biasanya memberikan gejala klinik yang tidak jelas.
Pada talasemia terjadi
kelainan pada gen-gen yang mengatur pembentukan dari rantai globin sehingga produksinya
terganggu. Gangguan dari pembentukan rantai globin ini akan mengakibatkan
kerusakan pada sel darah merah yang pada akhirnya akan menimbulkan pecahnya sel
darah tersebut. Berdasarkan dasar klasifikasi tersebut, maka terdapat beberapa
jenis talasemia, yaitu talasemia alfa, beta, dan delta.
1.
Talasemia alfa
Pada talasemia alfa,
terjadi penurunan sintesis dari rantai alfa globulin. Dan kelainan ini
berkaitan dengan delesi pada kromosom 16. Akibat dari kurangnya sintesis rantai
alfa, maka akan banyak terdapat rantai beta dan gamma yang tidak berpasangan
dengan rantai alfa. Maka dapat terbentuk tetramer dari rantai beta yang disebut
HbH dan tetramer dari rantai gamma yang disebut Hb Barts. Talasemia alfa
sendiri memiliki beberapa jenis
a.
Delesi pada empat rantai alfa
Dikenal juga sebagai
hydrops fetalis. Biasanya terdapat banyak Hb Barts. Gejalanya dapat berupa
ikterus, pembesaran hepar dan limpa, dan janin yang sangat anemis. Biasanya,
bayi yang mengalami kelainan ini akan mati beberapa jam setelah kelahirannya
atau dapat juga janin mati dalam kandungan pada minggu ke 36-40. Bila dilakukan
pemeriksaan seperti dengan elektroforesis didapatkan kadar Hb adalah 80-90% Hb Barts,
tidak ada HbA maupun HbF.
b.
Delesi pada tiga rantai alfa
Dikenal juga sebagai HbH
disease biasa disertai dengan anemia hipokromik mikrositer. Dengan banyak
terbentuk HbH, maka HbH dapat mengalami presipitasi dalam eritrosit sehingga dengan
mudah eritrosit dapat dihancurkan. Jika dilakukan pemeriksaan mikroskopis dapat
dijumpai adanya Heinz Bodies.
c.
Delesi pada dua rantai alfa
Juga dijumpai adanya
anemia hipokromik mikrositer yang ringan. Terjadi penurunan dari HbA2 dan peningkatan
dari HbH.
d.
Delesi pada satu rantai alfa
Disebut sebagai silent
carrier karena tiga lokus globin yang ada masih
bisa menjalankan fungsi normal.
2.
Talasemia beta
Disebabkan
karena penurunan sintesis rantai beta. Dapat dibagi berdasarkan tingkat
keparahannya, yaitu talasemia mayor, intermedia, dan karier. Pada kasus
talasemia mayor Hb sama sekali tidak diproduksi. Mungkin saja pada awal
kelahirannya,anak-anak talasemia mayor tampak normal tetapi penderita akan
mengalami anemia berat mulai usia 3-18 bulan. Jika tidak diobati, bentuk
tulang wajah berubah dan warna kulit menjadi hitam. Selama hidupnya penderita
akan tergantung pada transfusi darah. Ini dapat berakibat fatal, karena efek
sampingan transfusi darah terus menerus yang berupa kelebihan zat besi (Fe) Salah satu ciri fisik dari penderita
talasemia adalah kelainan tulang yang berupa tulang pipi masuk ke dalam dan
batang hidung menonjol (disebut gacies cooley), penonjolan dahi dan jarak kedua
mata menjadi lebih jauh, serta tulang menjadi lemah dan keropos.
C. Tanda
dan Gejala
Secara klinis Thalasemia dapat dibagi dalam
beberapa tingkatan sesuai beratnya gejala klinis : mayor, intermedia dan minor
atau troit (pembawa sifat). Batas diantara tingkatan tersebut sering tidak
jelas.
Anemia berat menjadi nyata pada umur 3 – 6 bulan
setelah lahir dan tidak dapat hidup tanpa ditransfusi. Pembesaran hati dan
limpa terjadi karena penghancuran sel darah merah berlebihan, haemopoesis
ekstra modular dan kelebihan beban besi. Limpa yang membesar meningkatkan
kebutuhan darah dengan menambah penghancuran sel darah merah dan pemusatan
(pooling) dan dengan menyebabkan pertambahan volume plasma.
Perubahan pada tulang karena hiperaktivitas
sumsum merah berupa deformitas dan fraktur spontan, terutama kasus yang tidak
atau kurang mendapat transfusi darah. Deformitas tulang, disamping
mengakibatkan muka mongoloid, dapat menyebabkan pertumbuhan berlebihan tulang
prontal dan zigomatin serta maksila. Pertumbuhan gigi biasanya buruk.
Gejala lain yang tampak ialah anak lemah, pucat,
perkembanga fisik tidak sesuai umur, berat badan kurang, perut membuncit. Jika
pasien tidak sering mendapat transfusi darah kulit menjadi kelabu serupa dengan
besi akibat penimbunan besi dalam jaringan kulit.
Keadaan klinisnya lebih baik dan gejala lebih
ringan dari pada Thalasemia mayor, anemia sedang (hemoglobin 7 – 10,0 g/dl). Gejala deformitas
tulang, hepatomegali dan splenomegali, eritropoesis ekstra medular dan gambaran
kelebihan beban besi nampak pada masa dewasa. Umumnya tidak dijumpai gejala klinis yang khas,
ditandai oleh anemia mikrositin, bentuk heterozigot tetapi tanpa anemia atau
anemia ringan.
1. Thalasemia mayor
(Thalasemia homozigot)
2. Thalasemia intermedia
3. Thalasemia minor atau
troit ( pembawa sifat)
D.
Patofisiologi Thalasemia
Penyebab anemia pada thalasemia bersifat primer
dan sekunder. Penyebab primer adalah berkurangnya sintesis Hb A dan
eritropoesis yang tidak efektif disertai penghancuran sel-sel eritrosit
intrameduler. Penyebab sekunder adalah karena defisiensi asam
folat,bertambahnya volume plasma intravaskuler yang mengakibatkan hemodilusi,
dan destruksi eritrosit oleh system retikuloendotelial dalam limfa dan hati.
Penelitian biomolekular menunjukkan adanya mutasi DNA pada
gen sehingga produksi rantai alfa atau beta dari hemoglobin berkurang.
Tejadinya hemosiderosis merupakan hasil kombinasi antara transfusi
berulang,peningkatan absorpsi besi dalam usus karena eritropoesis yang tidak
efektif, anemia kronis serta proses hemolisis.
v Normal hemoglobin adalah terdiri
dari Hb-A dengan dua polipeptida rantai alpa dan dua rantai beta.
v Pada Beta thalasemia yaitu tidak
adanya atau kurangnya rantai Beta dalam molekul hemoglobin yang mana ada
gangguan kemampuan eritrosit membawa oksigen.
v Ada suatu kompensator yang
meninghkatkan dalam rantai alpa, tetapi rantai Beta memproduksi secara terus
menerus sehingga menghasilkan hemoglobin defektive. Ketidakseimbangan
polipeptida ini memudahkan ketidakstabilan dan disintegrasi. Hal ini
menyebabkan sel darah merah menjadi hemolisis dan menimbulkan anemia dan atau
hemosiderosis.
v Kelebihan pada rantai alpa pada
thalasemia Beta dan Gama ditemukan pada thalasemia alpa. Kelebihan rantai
polipeptida ini mengalami presipitasi dalam sel eritrosit. Globin
intra-eritrositk yang mengalami presipitasi, yang terjadi sebagai rantai
polipeptida alpa dan beta, atau terdiri dari hemoglobin tak stabil-badan Heinz,
merusak sampul eritrosit dan menyebabkan hemolisis.
v Reduksi dalam hemoglobin
menstimulasi bone marrow memproduksi RBC yang lebih. Dalam stimulasi yang
konstan pada bone marrow, produksi RBC diluar menjadi eritropoitik aktif.
Kompensator produksi RBC terus menerus pada suatu dasar kronik, dan dengan
cepatnya destruksi RBC, menimbulkan tidak adekuatnya sirkulasi hemoglobin.
Kelebihan produksi dan distruksi RBC menyebabkan bone marrow menjadi tipis dan
mudah pecah atau rapuh.
E.
Pemeriksaan Penunjang
v Hasil apusan darah tepi didapatkan
gambaran perubahan-perubahan sel darah merah, yaitu mikrositosis, anisositosis, hipokromi,
poikilositosis, kadar besi dalam serum meninggi, eritrosit yang imatur, kadar
Hb dan Ht menurun. Pada hapusan darah tepi di dapatkan gambaran
hipokrom mikrositik, anisositosis, polklilositosis dan adanya sel target
(fragmentasi dan banyak sel normoblas). Kadar besi dalam serum (SI) meninggi dan daya
ikat serum terhadap besi (IBC) menjadi rendah dan dapat mencapai nol Elektroforesis
hemoglobin memperlihatkan tingginya HbF lebih dari 30%, kadang ditemukan juga
hemoglobin patologik. Di Indonesia kira-kira 45% pasien Thalasemia juga
mempunyai HbE maupun HbS. Kadar bilirubin dalam serum meningkat, SGOT dan SGPT dapat
meningkat karena kerusakan parankim hati oleh hemosiderosis. Penyelidikan sintesis
alfa/beta terhadap refikulosit sirkulasi memperlihatkan peningkatan nyata ratio
alfa/beta yakni berkurangnya atau tidak adanya sintetis rantai beta.
v Elektroforesis hemoglobin:
hemoglobin klien mengandung HbF dan A2 yang tinggi, biasanya lebih dari 30 %
kadang ditemukan hemoglobin patologis.
F.
Penatalaksanaan Thalasemia
v Hingga kini belum ada obat yang
tepat untuk menyembuhkan pasien thalasemia. Transfusi darah diberikan jika
kadar Hb telah rendah sekali (kurang dari 6 gr%) atau bila anak terlihat lemah
dan tidak ada nafsu makan.
v Pemberian transfusi hingga Hb
mencapai 10 g/dl. Komplikasi dari pemberian transfusi darah yang berlebihan
akan menyebabkan terjadinya penumpukan zat besi yang disebut hemosiderosis.
Hemosiderosis dapat dicegah dengan pemberian Deferoxamine(desferal).
v Splenektomi dilakukan pada anak yang
lebih tua dari 2 tahun sebelum terjadi pembesaran limpa/hemosiderosis,
disamping itu diberikan berbagai vitamin tanpa preparat besi.
G.
Komplikasi
Akibat anemia yang berat dan lama, sering terjadi gagal
jantung. Transfuse darah yang berulang-ulang dan proses hemolisis menyebabkan
kadar besi dalam darah sangat tinggi, sehingga tertimbun di dalam berbagai
jaringan tubuh seperti hepar, limpa, kulit, jantung dan llain-lain. Hal ini
dapat mengakibatkan gangguan fungsi alat tersebut (hemokromatosis). Limpa yang
mudah rupture akibat trauma yang ringan kadang-kadang talasemia di sertai tanda
hiperplenisme seperti leucopenia dan trombositopenia. Kematian terutama di
sebabkan oleh infeksi dan gagal jantung.
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
1.
Pengkajian
1.
Asal Keturunan / Kewarganegaraan
Thalasemia banyak
dijumpai pada bangsa di sekitar laut Tengah (Mediteranial) seperti Turki,
Yunani, dll. Di Indonesia sendiri, thalasemia cukup banyak dijumpai pada anak,
bahkan merupakan penyakit darah yang paling banyak diderita.
2.
Umur
Pada penderita
thalasemia mayor yang gejala klinisnya jelas, gejala telah terlihat sejak anak
berumur kurang dari 1 tahun, sedangkan pada thalasemia minor biasanya anak akan
dibawa ke RS setelah usia 4 tahun.
3.
Riwayat Kesehatan Anak
Anak cenderung mudah
terkena infeksi saluran pernapasan atas atau infeksi lainnya. Ini dikarenakan
rendahnya Hb yang berfungsi sebagai alat transport.
4. Pertumbuhan
dan Perkembangan
Seirng didapatkan data
adanya kecenderungan gangguan terhadap tumbang sejak masih bayi. Terutama untuk
thalasemia mayor, pertumbuhan fisik anak, adalah kecil untuk umurnya dan adanya
keterlambatan dalam kematangan seksual, seperti tidak ada pertumbuhan ramput
pupis dan ketiak, kecerdasan anak juga mengalami penurunan. Namun pada jenis
thalasemia minor, sering terlihat pertumbuhan dan perkembangan anak normal.
5.
Pola Makan
Terjadi anoreksia
sehingga anak sering susah makan, sehingga BB rendah dan tidak sesuai usia.
6.
Pola Aktivitas
Anak terlihat lemah dan
tidak selincah anak seusianya. Anak lebih banyak tidur/istirahat karena anak
mudah lelah.
7.
Riwayat Kesehatan Keluarga
Thalasemia merupakan
penyakit kongenital, jadi perlu diperiksa apakah orang tua juga mempunyai gen
thalasemia. Jika iya, maka anak beresiko terkena talasemia mayor.
8.
Riwayat Ibu Saat Hamil (Ante natal Core – ANC)
Selama masa kehamilan,
hendaknya perlu dikaji secara mendalam adanya faktor resiko talasemia. Apabila
diduga ada faktor resiko, maka ibu perlu diberitahukan resiko yang mungkin
sering dialami oleh anak setelah lahir.
9.
Data Keadaan Fisik Anak Thalasemia
v Keluhan utama yaitu
lemah dan kurang bergairah, tidak selincah anak lain yang seusia.
v Kepala dan bentuk muka.
Anak yang belum mendapatkan pengobatan mempunyai bentuk khas, yaitu kepala
membesar dan muka mongoloid (hidung pesek tanpa pangkal hidung), jarak mata
lebar, tulang dahi terlihat lebar.
v Mata dan konjungtiva
pucat dan kekuningan
v Mulut dan bibir terlihat
kehitaman
v Dada, Pada inspeksi
terlihat dada kiri menonjol karena adanya pembesaran jantung dan disebabkan
oleh anemia kronik.
v Perut, Terlihat pucat,
dipalpasi ada pembesaran limpa dan hati (hepatospek nomegali).
v Pertumbuhan fisiknya
lebih kecil daripada normal sesuai usia, BB di bawah normal
v Pertumbuhan organ seks
sekunder untuk anak pada usia pubertas tidak tercapai dengan baik. Misal tidak
tumbuh rambut ketiak, pubis ataupun kumis bahkan mungkin anak tidak dapat
mencapai tapa odolense karena adanya anemia kronik.
v Kulit, Warna kulit pucat
kekuningan, jika anak telah sering mendapat transfusi warna kulit akan menjadi
kelabu seperti besi. Hal ini terjadi karena adanya penumpukan zat besi dalam
jaringan kulit (hemosiderosis).
2.
Diagnosa Keperawatan yang mungkin muncul
1. PK:
Anemia
2. Ketidakefektifan
pola nafas berhubungan dengan hiperventilasi ditandai dengan perubahan
kedalaman pernafasan, dispnea, pernafasan cuping hidung, dan penggunaan otot
aksesoris untuk bernafas
3. Risiko
ketidakefektifan perfusi jaringan otak berhubungan dengan hipoksia jaringan
otak
4. Nyeri
akut berhubungan dengan agen cedera biologis (proses penyakit) ditandai dengan
klien melaporkan nyeri skala 1-10, klien tampak melindungi area yang sakit,
dank lien tampak gelisah
5. Intoleransi
aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan
oksigen ditandai dengan tekanan darah abnormal, gangguan pada pemeriksaan EKG,
klien menyatakan merasa letih dan lemah.
6. Risiko
infeksi berhubungan dengan ketidakadekuatan pertahanan sekunder (penurunan
hemoglobin)
7. Ketidakseimbangan
nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan faktor biologis (proses
penyakit) ditandai dengan BB menurun 20% atau lebih, klien mengeluh asupan
nutrisi kurang, mukosa pucat, nyeri abdomen, dan kurang minat pada makanan
8. Konstipasi
berhubungan dengan gangguan mekanis kerja peristaltik ditandai dengan bising
usus hipo/hiperaktif, anoreksia, nyeri abdomen, rasa rectal penuh, dan nyeri
saat defekasi
9. Kerusakan
integritas kulit berhubungan dengan medikasi ditandai dengan kerusakan lapisan
kulit, gangguan permukaan kulit, dan invasi struktur tubuh.
3.
Rencana
Intervensi Keperawatan
NO
|
Diagnosa Keperawatan
|
Tujuan dan Kriteria Hasil
|
Intervensi
|
1
|
PK: Anemia
|
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selam 3x24 jam,
perawat dapat meminimalkan komplikasi anemia yang terjadi dengan outcome:
·
TTV dalam batas normal (RR = 12-20 x/menit, nadi = 60-100 x menit, TD
dalam batas normal 120/80 mmHg).
·
Konjungtiva berwarna merah muda
·
Hemoglobin klien dalam batas normal (10-11 gr %)
·
Mukosa bibir berwarna merah muda
·
Klien mengatakan tidak mengalami kelemahan/kelelahan
·
Akral hangat
·
Kulit tidak pucat
|
Mandiri
a.
Pantau tanda dan gejala anemia
yang terjadi.
b.
Pantau tanda-tanda vital
c.
Anjurkan orang tua memberikan
anak makanan yang mengandung banyak zat besi dan vitamin B12
d.
Minimalkan prosedur yang bisa
menyebabkan perdarahan.
Kolaborasi
a. Kolaborasi
pemberian tranfusi darah sesuai indikasi.
.
|
2
|
Ketidakefektifan
pola nafas berhubungan dengan hiperventilasi ditandai dengan perubahan
kedalaman pernafasan, dispnea, pernafasan cuping hidung, dan penggunaan otot
aksesoris untuk bernafas
|
Status
Respirasi: Patensi Jalan Nafas
·
RR normal
·
Irama nafas normal
·
Kedalam pernafasan normal
·
NCH (-)
·
Dispnea (-)
Status
Respirasi: Ventilasi
·
Tidak ada penggunaan otot bantu
nafas
·
Retraksi dada (-)
·
Akumulasi sputum (-)
|
Manajemen Jalan Nafas
1.
Buka jalan nafas (chin lift jaw
thrust)
2.
Posisikan pasien untuk
memaksimalkan ventilasi
3.
Lakukan Fisioterapi dada
4.
Auskultasi suara nafas
5.
Berikan bronkodilator
6.
Monitor status respirasi dan
oksigenasi
Terapi Oksigen
1.
Petahankan jalan nafas paten
2.
Berikan terapi oksigen tambahan
3.
Monitor aliran oksigen
4.
Monitor efektivitas terapi
oksigen
Monitor Respirasi
1.
Monitor RR, irama, kedalaman, dan
usaha bernafas
2.
Perhatikan gerakan dada
3.
Monitor pola nafas
4.
Auskultasi suara nafas
5.
Monitor sekresi respirasi pasien
6.
Monitor adanya dispnea
|
3
|
Nyeri
Akut berhubungan dengan agen cedera biologis (proses penyakit) ditandai
dengan klien melaporkan nyeri skala 1-10, klien tampak melindungi area yang
sakit, dank lien tampak gelisah
|
Setelah
diberikan asuhan keperawatan selama 3x24
jam diharapkan klien dapat nyeri berkurang, dengan kriteria hasil:
Pain level (level nyeri):
·
Klien tidak melaporkan adanya
nyeri (skala 5 = none)
·
Klien tidak merintih ataupun
menangis (skala 5 = none)
·
Klien tidak menunjukkan ekspresi
wajah terhadap nyeri (skala 5 = none)
·
RR dalam batas normal (16-20
x/mnt) (skala 5 = normal)
·
Nadi dalam batas normal
(60-100x/mnt) (skala 5 = normal)
·
Tekanan darah dalam batas normal
(120/80 mmHg) (skala 5 = normal)
|
Kontrol
nyeri:
1. Kaji faktor pencetus nyeri
2. Ajarkan klien dan keluarga klien teknik manajemen
nyeri
3.
Kolaborasi
penggunaan analgetik
Level nyeri:
1.
Kaji ketidaknyaman klien (ekspresi wajah)
2.
Lakukan
pengkajian nyeri secara menyeluruh (lokasi, pencetus durasi, kualitas,
frekuensi,dll)
3.
Anjurkan
klien menggunakan obat antinyeri secara adekuat sesuai terapi yang dijalani
klien
Vital sign:
1. Pantau perubahan tanda-tanda vital dan
respirasi klien saat nyeri berlangsung
Manajemen lingkungan: kenyamanan
1. Batasi kunjungan orang yang menjenguk
jika diperlukan
2. Berikan lingkungan yang nyaman dan
bersih
3. Berikan posisi yang nyaman untuk
memfasilitasi klien seperti imobilisasi bagian yang nyeri
|
4
|
Ketidakseimbangan
nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan faktor biologis
(proses penyakit) ditandai dengan BB menurun 20% atau lebih, klien mengeluh asupan
nutrisi kurang, mukosa pucat, nyeri abdomen, dan kurang minat pada makanan
|
Setelah
diberikan askep selama 3 x 24 jam, diharapkan
nutrisi adekuat dengan kriteria
hasil:
Nutritional status
·
Intake nutrisi
tercukupi
·
Asupan makanan
tercukupi
·
Asupan cairan
tercukupi
·
Energi adekuat
·
Rasio Berat
/ tinggi badan seimbang
·
Kekuatan Tonus
otot
·
Hidrasi adekuat
|
Nutrition
Management
1.
Mengkaji/menanyakan
adanya riwayat alergi makanan
2.
Memastikan
preferensi makanan
klien
3.
Memberikan asupan kalori, protein, zat besi, dan
vitamin C, yang sesuai dengan kebutuhan klien
4.
Memberikan klien
asupan tinggi protein, tinggi kalori, makanan dan minuman yang mengandung zat gizi
dan mudah dikonsumsi.
5.
Memantau
asupan zat gizi dan kalori klien
6.
Memberikan
informasi yang tepat
kepada klien tentang kebutuhan zat gizi yang tepat dan sesuai
Kolaborasi
7. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah kalori dan
nutrisi , serta jenis makanan yang sesuai dengan kebutuhan klien
Nutrition Therapy
1.
Mengkaji kebutuhan nutrisi klien
2.
Memonitor makanan/ asupan cairan dan kalori yang sesuai
3.
Memantau diet sesuai kebutuhan nutrisi sehari-hari
4.
Sediakan atau Sajikan
makanan dalam tampilan yang menarik,
berikan
sentuhan warna-warna yang menggugah selera makan, dan variasi makanan yang
beragam
5.
Lakukan Oral hygiene
sebelum pasien makan bila diperlukan
6.
Monitor hasil lab
|
5
|
Risiko
infeksi berhubungan dengan ketidakadekuatan pertahanan sekunder (penurunan
hemoglobin)
|
Setelah
dilakukan asuhan keperawatan selama 3x24
jam diharapkan tidak terjadi infeksi, dengan kriteria hasil :
Infection Severity (Keparahan infeksi)
-
Tidak ada kemerahan (Skala 5 =
None)
-
Tidak terjadi hipertermia (Skala
5 = None)
-
Tidak ada nyeri (Skala 5 = None)
-
Tidak ada pembengkakan (Skala 5 =
None)
Risk
Control
(Kontrol resiko)
-
Tidak terjadi paparan saat
tindakan keperawatan (Skala 5 = Consistenly demonstrated)
|
Infection control (kontrol infeksi)
1. Bersihkan
lingkungan setelah digunakan oleh klien.
2. Batasi
jumlah pengunjung.
3. Ajarkan
klien dan keluarga tekhnik mencuci tangan yang benar.
4. Pergunakan
sabun anti microbial untuk mencuci tangan.
5. Cuci
tangan sebelum dan sesudah melakukan tindakan keperawatan.
6. Terapkan
Universal precaution.
7. Pertahankan
lingkungan aseptik selama perawatan.
8. Anjurkan
klien untuk memenuhan asupan nutrisi dan cairan adekuat.
9. Ajarkan
klien dan keluarga untuk menghindari infeksi.
10. Ajarkan
pada klien dan keluarga tanda-tanda infeksi.
11. Kolaborasi
pemberian antibiotik bila perlu.
Infection protection (proteksi terhadap infeksi)
1. Monitor
tanda dan gejala infeksi sistemik dan lokal
2. Monitor
hitung granulosit, WBC
3. Monitor
kerentanan terhadap infeksi
4. Berikan
perawatan kulit.
5. Inspeksi
kulit dan membran mukosa terhadap kemerahan, panas dan drainase
|
4.
Implementasi
(sesuai kasus)
5.
Evaluasi
NO
Dx
|
Evaluasi
|
1
|
·
TTV dalam batas normal (RR = 12-20 x/menit, nadi = 60-100 x menit, TD
dalam batas normal 120/80 mmHg).
·
Konjungtiva berwarna merah muda
·
Hemoglobin klien dalam batas normal (10-11 gr %)
·
Mukosa bibir berwarna merah muda
·
Klien mengatakan tidak mengalami kelemahan/kelelahan
·
Akral hangat
·
Kulit tidak pucat
|
2
|
Status
Respirasi: Patensi Jalan Nafas
·
RR normal
·
Irama nafas normal
·
Kedalam pernafasan normal
·
NCH (-)
·
Dispnea (-)
Status
Respirasi: Ventilasi
·
Tidak ada penggunaan otot bantu
nafas
·
Retraksi dada (-)
·
Akumulasi sputum (-)
|
3
|
Pain level (level nyeri):
·
Klien tidak melaporkan adanya
nyeri (skala 5 = none)
·
Klien tidak merintih ataupun
menangis (skala 5 = none)
·
Klien tidak menunjukkan ekspresi
wajah terhadap nyeri (skala 5 = none)
·
RR dalam batas normal (16-20
x/mnt) (skala 5 = normal)
·
Nadi dalam batas normal
(60-100x/mnt) (skala 5 = normal)
·
Tekanan darah dalam batas normal
(120/80 mmHg) (skala 5 = normal)
|
4
|
Nutritional status
·
Intake nutrisi
tercukupi
·
Asupan makanan
tercukupi
·
Asupan cairan
tercukupi
·
Energi adekuat
·
Rasio Berat
/ tinggi badan seimbang
·
Kekuatan Tonus
otot
·
Hidrasi adekuat
|
5
|
Infection Severity (Keparahan infeksi)
-
Tidak ada kemerahan (Skala 5 =
None)
-
Tidak terjadi hipertermia (Skala
5 = None)
-
Tidak ada nyeri (Skala 5 = None)
-
Tidak ada pembengkakan (Skala 5 =
None)
Risk
Control
(Kontrol resiko)
-
Tidak terjadi paparan saat
tindakan keperawatan (Skala 5 = Consistenly demonstrated)
|
DAFTAR PUSTAKA
Carpenito, Linda Jual. 2001. Rencana Asuhan & Dokumentasi Keperawatan.
Jakarta : EGC.
Guyton & Hall. 2003.
Fisiologi Kedokteran. Jakar Ralph
& Rosenberg, 2003, Nursing Diagnoses:
Definition & Classification 2005-2006, Philadelphia USA.
Hassan,
Rusepno, 1998, Ilmu Kesehatan Anak, Jilid I. FKUI : Jakarta.
Mansjoer, Arif. 2000. Kapita Selekta Kedokteran. Edisi 3
Jilid II. Jakarta : EGC.
Margan Speer, Kathleen.
2007. Rencana Asuhan
Keperawatan Pediatrik dengan Clinical Pathway Edisi 3. Jakarta:
EGC
NANDA. 2009-2011. Panduan Diagnosa Keperawatan
Nanda: Definisi dan Klasifikasi. Jakarta: Prima Medika
Ngastiyah. 1997. Perawatan Anak Sakit. Jakarta:
EGC
Price, Sylvia A dan Lorraine M. Wilson. 2002.
Patofisiologi, Konsep Klinis Proses-proses Penyakit. Jakarta: EGC
Suriadi
S.Kp dan Yuliana Rita S.Kp, 2001, Asuhan Keperawatan Anak, Edisi I. PT Fajar
Interpratama : Jakarta.
UNTUK PATHWAY/WOC SILAHKAN HUB/ PM ke aditanaya24@gmail.com
Langganan:
Postingan (Atom)