Klik Dolar

Klik dan Dapatkan Dollar

Minggu, 25 Januari 2015

GEMS GRATISSS COC!! CLASH ON!!
hi kawan blogger semua sudah lama tidak posting kali ini saya mau berbagi tips tentang sebuah games yang cukup populer yaitu Clash Of Clans, game ini salah satu dari game yang sedang tending di google play.
kali ini saya mau berbagi tips tentang cara untuk mendapatkan gems. gems gratis untuk kalian semua
Ok.. langsung saja langkah - langkahnya
1. download aplikasi di google play namanya app nana kawan bisa donlot disni https://play.google.com/store/apps/details?id=com.appnana.android.giftcardrewards&hl=en
2. setelah donlot aplikasi tersebut, kawan bisa install app dan nonton video buat dapet yang namanya "nana points" yg bisa kawan tukarkan dengan google play gift card yang bisa dipake buat redeem gem di COC.
3. Kawan cukup donlot app dan nonton video sampai "nana points" agan mencapai 15.000.
4. setelah nana points kawan sudah mencapai 15.000 kawan bisa masukin invitation code a7310998 buat tambahan 2500 nana point.
5 Kumpulin nana points dengan share invitation kode agan dengan teman agan.
setelah terkumpul cukup nana points kawan bisa redeem google play gift card
6. bisa dapat gem gratiss itu machoo

Sabtu, 09 November 2013

KONSEP DASAR PENYAKIT THALASEMIA
A.      Pengertian
        Thalassemia adalah sekelompok kelainan darah herediter yang ditandai dengan  berkurangnya  atau tidak ada  sama sekali sintesis rantai globin,  sehingga menyebabkan Hb berkurang dalam sel-sel darah merah, penurunan produksi sel-sel darah merah  dan anemia. Kebanyakan thalassemia diwariskan sebagai sifat resesif. (Renzo Galanello)
        Thalassemia merupakan suatu kelainan bawaan sintesis hemoglobin (Hb). (Mohammad Azhar Ibrahim Kharza)
        Talasemia merupakan penyakit anemia hemolitik dimana terjadi kerusakan sel darah merah di dalam pembuluh darah sehingga umur eritrosit menjadi pendek (kurang dari 100 hari).
       Penderita Talasemia mempunyai masalah dengan jumlah globin yang disintesis terlalu sedikit, sedangkan “anemia sel sabit” (hemoglobinopathy atau kelainan pada hemoglobin) adalah masalah kualitatif dari sintesis globin yang berfungsi tidak benar. Talasemia biasanya menyebabkan rendahnya produksi protein-protein globin yang normal. sering kali melalui mutasi pada gen pengatur. Hemoglobinopathy (kelainan pada hemoglobin) menunjukan kelainan struktural dalam protein globin itu sendiri. Dua kondisi bisa terjadi overlap, namun, karena sebagian kondisi yang menyebabka abnormalitas pada protein-protein globin (hemoglobinopathy) juga mempengaruhi pada hasilnya (talasemia).

B.       Etiologi
Penyebab kerusakan tersebut karena hemoglobin yang tidak normal (hemoglobinopatia); dan kelainan hemoglobin ini karena adanya gangguan pembentukan yang di sebabkan oleh:
1.    gangguan struktural pembentukan hemoglobin (hemoglobin abnormal) misalnya pada Hb S,    Hb F, Hb D dan sebagainya.
2.    gangguan jumlah (salah satu/ beberapa) globin seperti pada talasemia.
Kedua kelainan ini sering dijumpai bersama-sama pada orang seorang pasien seperti talasemia Hb S atau talasemia Hb F. penyakit ini banyak di jumpai pada bangsa- bangsa disekitar laut tengah seperti turki, yunani, Cyprus dan lain-lain. Di Indonesia talasemia cukup banyak di jumpai bahkan dikatakan merupakan yang paling banyak penderitanya dai pasien penyakit darah lainnya.

C.   Klasifikasi
Secara klinik talasemia di bagi menjadi 2 golongan sebagai berikut:
1.    Talasemia mayor, memberikan gejala klinik yang jelas
2.    Talasemia minor, biasanya memberikan gejala klinik yang tidak jelas.
Pada talasemia terjadi kelainan pada gen-gen yang mengatur pembentukan dari rantai globin sehingga produksinya terganggu. Gangguan dari pembentukan rantai globin ini akan mengakibatkan kerusakan pada sel darah merah yang pada akhirnya akan menimbulkan pecahnya sel darah tersebut. Berdasarkan dasar klasifikasi tersebut, maka terdapat beberapa jenis talasemia, yaitu talasemia alfa, beta, dan delta.
1.     Talasemia alfa
Pada talasemia alfa, terjadi penurunan sintesis dari rantai alfa globulin. Dan kelainan ini berkaitan dengan delesi pada kromosom 16. Akibat dari kurangnya sintesis rantai alfa, maka akan banyak terdapat rantai beta dan gamma yang tidak berpasangan dengan rantai alfa. Maka dapat terbentuk tetramer dari rantai beta yang disebut HbH dan tetramer dari rantai gamma yang disebut Hb Barts. Talasemia alfa sendiri memiliki beberapa jenis
a.         Delesi pada empat rantai alfa
Dikenal juga sebagai hydrops fetalis. Biasanya terdapat banyak Hb Barts. Gejalanya dapat berupa ikterus, pembesaran hepar dan limpa, dan janin yang sangat anemis. Biasanya, bayi yang mengalami kelainan ini akan mati beberapa jam setelah kelahirannya atau dapat juga janin mati dalam kandungan pada minggu ke 36-40. Bila dilakukan pemeriksaan seperti dengan elektroforesis didapatkan kadar Hb adalah 80-90% Hb Barts, tidak ada HbA maupun HbF.
b.         Delesi pada tiga rantai alfa
Dikenal juga sebagai HbH disease biasa disertai dengan anemia hipokromik mikrositer. Dengan banyak terbentuk HbH, maka HbH dapat mengalami presipitasi dalam eritrosit sehingga dengan mudah eritrosit dapat dihancurkan. Jika dilakukan pemeriksaan mikroskopis dapat dijumpai adanya Heinz Bodies.
c.         Delesi pada dua rantai alfa
Juga dijumpai adanya anemia hipokromik mikrositer yang ringan. Terjadi penurunan dari HbA2 dan peningkatan dari HbH.
d.        Delesi pada satu rantai alfa
Disebut sebagai silent carrier karena tiga lokus globin yang ada masih bisa menjalankan fungsi normal.

2.    Talasemia beta
Disebabkan karena penurunan sintesis rantai beta. Dapat dibagi berdasarkan tingkat keparahannya, yaitu talasemia mayor, intermedia, dan karier. Pada kasus talasemia mayor Hb sama sekali tidak diproduksi. Mungkin saja pada awal kelahirannya,anak-anak talasemia mayor tampak normal tetapi penderita akan mengalami anemia berat mulai usia 3-18 bulan. Jika tidak diobati, bentuk tulang wajah berubah dan warna kulit menjadi hitam. Selama hidupnya penderita akan tergantung pada transfusi darah. Ini dapat berakibat fatal, karena efek sampingan transfusi darah terus menerus yang berupa kelebihan zat besi (Fe) Salah satu ciri fisik dari penderita talasemia adalah kelainan tulang yang berupa tulang pipi masuk ke dalam dan batang hidung menonjol (disebut gacies cooley), penonjolan dahi dan jarak kedua mata menjadi lebih jauh, serta tulang menjadi lemah dan keropos.

C.      Tanda dan Gejala
Secara klinis Thalasemia dapat dibagi dalam beberapa tingkatan sesuai beratnya gejala klinis : mayor, intermedia dan minor atau troit (pembawa sifat). Batas diantara tingkatan tersebut sering tidak jelas.
Anemia berat menjadi nyata pada umur 3 – 6 bulan setelah lahir dan tidak dapat hidup tanpa ditransfusi. Pembesaran hati dan limpa terjadi karena penghancuran sel darah merah berlebihan, haemopoesis ekstra modular dan kelebihan beban besi. Limpa yang membesar meningkatkan kebutuhan darah dengan menambah penghancuran sel darah merah dan pemusatan (pooling) dan dengan menyebabkan pertambahan volume plasma.
Perubahan pada tulang karena hiperaktivitas sumsum merah berupa deformitas dan fraktur spontan, terutama kasus yang tidak atau kurang mendapat transfusi darah. Deformitas tulang, disamping mengakibatkan muka mongoloid, dapat menyebabkan pertumbuhan berlebihan tulang prontal dan zigomatin serta maksila. Pertumbuhan gigi biasanya buruk.
Gejala lain yang tampak ialah anak lemah, pucat, perkembanga fisik tidak sesuai umur, berat badan kurang, perut membuncit. Jika pasien tidak sering mendapat transfusi darah kulit menjadi kelabu serupa dengan besi akibat penimbunan besi dalam jaringan kulit.
Keadaan klinisnya lebih baik dan gejala lebih ringan dari pada Thalasemia mayor, anemia sedang (hemoglobin 7 – 10,0 g/dl). Gejala deformitas tulang, hepatomegali dan splenomegali, eritropoesis ekstra medular dan gambaran kelebihan beban besi nampak pada masa dewasa. Umumnya tidak dijumpai gejala klinis yang khas, ditandai oleh anemia mikrositin, bentuk heterozigot tetapi tanpa anemia atau anemia ringan.
1.         Thalasemia mayor (Thalasemia homozigot)
2.         Thalasemia intermedia
3.         Thalasemia minor atau troit ( pembawa sifat)

D.      Patofisiologi Thalasemia
Penyebab anemia pada thalasemia bersifat primer dan sekunder. Penyebab primer adalah berkurangnya sintesis Hb A dan eritropoesis yang tidak efektif disertai penghancuran sel-sel eritrosit intrameduler. Penyebab sekunder adalah karena defisiensi asam folat,bertambahnya volume plasma intravaskuler yang mengakibatkan hemodilusi, dan destruksi eritrosit oleh system retikuloendotelial dalam limfa dan hati.
Penelitian biomolekular menunjukkan adanya mutasi DNA pada gen sehingga produksi rantai alfa atau beta dari hemoglobin berkurang. Tejadinya hemosiderosis merupakan hasil kombinasi antara transfusi berulang,peningkatan absorpsi besi dalam usus karena eritropoesis yang tidak efektif, anemia kronis serta proses hemolisis.
v  Normal hemoglobin adalah terdiri dari Hb-A dengan dua polipeptida rantai alpa dan dua rantai beta.
v  Pada Beta thalasemia yaitu tidak adanya atau kurangnya rantai Beta dalam molekul hemoglobin yang mana ada gangguan kemampuan eritrosit membawa oksigen.
v  Ada suatu kompensator yang meninghkatkan dalam rantai alpa, tetapi rantai Beta memproduksi secara terus menerus sehingga menghasilkan hemoglobin defektive. Ketidakseimbangan polipeptida ini memudahkan ketidakstabilan dan disintegrasi. Hal ini menyebabkan sel darah merah menjadi hemolisis dan menimbulkan anemia dan atau hemosiderosis.
v  Kelebihan pada rantai alpa pada thalasemia Beta dan Gama ditemukan pada thalasemia alpa. Kelebihan rantai polipeptida ini mengalami presipitasi dalam sel eritrosit. Globin intra-eritrositk yang mengalami presipitasi, yang terjadi sebagai rantai polipeptida alpa dan beta, atau terdiri dari hemoglobin tak stabil-badan Heinz, merusak sampul eritrosit dan menyebabkan hemolisis.
v  Reduksi dalam hemoglobin menstimulasi bone marrow memproduksi RBC yang lebih. Dalam stimulasi yang konstan pada bone marrow, produksi RBC diluar menjadi eritropoitik aktif. Kompensator produksi RBC terus menerus pada suatu dasar kronik, dan dengan cepatnya destruksi RBC, menimbulkan tidak adekuatnya sirkulasi hemoglobin. Kelebihan produksi dan distruksi RBC menyebabkan bone marrow menjadi tipis dan mudah pecah atau rapuh.

E.       Pemeriksaan Penunjang
v  Hasil apusan darah tepi didapatkan gambaran perubahan-perubahan sel darah merah, yaitu mikrositosis, anisositosis, hipokromi, poikilositosis, kadar besi dalam serum meninggi, eritrosit yang imatur, kadar Hb dan Ht menurun. Pada hapusan darah tepi di dapatkan gambaran hipokrom mikrositik, anisositosis, polklilositosis dan adanya sel target (fragmentasi dan banyak sel normoblas). Kadar besi dalam serum (SI) meninggi dan daya ikat serum terhadap besi (IBC) menjadi rendah dan dapat mencapai nol Elektroforesis hemoglobin memperlihatkan tingginya HbF lebih dari 30%, kadang ditemukan juga hemoglobin patologik. Di Indonesia kira-kira 45% pasien Thalasemia juga mempunyai HbE maupun HbS. Kadar bilirubin dalam serum meningkat, SGOT dan SGPT dapat meningkat karena kerusakan parankim hati oleh hemosiderosis. Penyelidikan sintesis alfa/beta terhadap refikulosit sirkulasi memperlihatkan peningkatan nyata ratio alfa/beta yakni berkurangnya atau tidak adanya sintetis rantai beta.
v  Elektroforesis hemoglobin: hemoglobin klien mengandung HbF dan A2 yang tinggi, biasanya lebih dari 30 % kadang ditemukan hemoglobin patologis.




F.       Penatalaksanaan Thalasemia
v  Hingga kini belum ada obat yang tepat untuk menyembuhkan pasien thalasemia. Transfusi darah diberikan jika kadar Hb telah rendah sekali (kurang dari 6 gr%) atau bila anak terlihat lemah dan tidak ada nafsu makan.
v  Pemberian transfusi hingga Hb mencapai 10 g/dl. Komplikasi dari pemberian transfusi darah yang berlebihan akan menyebabkan terjadinya penumpukan zat besi yang disebut hemosiderosis. Hemosiderosis dapat dicegah dengan pemberian Deferoxamine(desferal).
v  Splenektomi dilakukan pada anak yang lebih tua dari 2 tahun sebelum terjadi pembesaran limpa/hemosiderosis, disamping itu diberikan berbagai vitamin tanpa preparat besi.

G.      Komplikasi
Akibat anemia yang berat dan lama, sering terjadi gagal jantung. Transfuse darah yang berulang-ulang dan proses hemolisis menyebabkan kadar besi dalam darah sangat tinggi, sehingga tertimbun di dalam berbagai jaringan tubuh seperti hepar, limpa, kulit, jantung dan llain-lain. Hal ini dapat mengakibatkan gangguan fungsi alat tersebut (hemokromatosis). Limpa yang mudah rupture akibat trauma yang ringan kadang-kadang talasemia di sertai tanda hiperplenisme seperti leucopenia dan trombositopenia. Kematian terutama di sebabkan oleh infeksi dan gagal jantung.

KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
1.      Pengkajian
1.    Asal Keturunan / Kewarganegaraan
Thalasemia banyak dijumpai pada bangsa di sekitar laut Tengah (Mediteranial) seperti Turki, Yunani, dll. Di Indonesia sendiri, thalasemia cukup banyak dijumpai pada anak, bahkan merupakan penyakit darah yang paling banyak diderita.
2.    Umur
Pada penderita thalasemia mayor yang gejala klinisnya jelas, gejala telah terlihat sejak anak berumur kurang dari 1 tahun, sedangkan pada thalasemia minor biasanya anak akan dibawa ke RS setelah usia 4 tahun.
3.    Riwayat Kesehatan Anak
Anak cenderung mudah terkena infeksi saluran pernapasan atas atau infeksi lainnya. Ini dikarenakan rendahnya Hb yang berfungsi sebagai alat transport.
4.    Pertumbuhan dan Perkembangan
Seirng didapatkan data adanya kecenderungan gangguan terhadap tumbang sejak masih bayi. Terutama untuk thalasemia mayor, pertumbuhan fisik anak, adalah kecil untuk umurnya dan adanya keterlambatan dalam kematangan seksual, seperti tidak ada pertumbuhan ramput pupis dan ketiak, kecerdasan anak juga mengalami penurunan. Namun pada jenis thalasemia minor, sering terlihat pertumbuhan dan perkembangan anak normal.
5.    Pola Makan
Terjadi anoreksia sehingga anak sering susah makan, sehingga BB rendah dan tidak sesuai usia.
6.    Pola Aktivitas
Anak terlihat lemah dan tidak selincah anak seusianya. Anak lebih banyak tidur/istirahat karena anak mudah lelah.
7.    Riwayat Kesehatan Keluarga
Thalasemia merupakan penyakit kongenital, jadi perlu diperiksa apakah orang tua juga mempunyai gen thalasemia. Jika iya, maka anak beresiko terkena talasemia mayor.
8.    Riwayat Ibu Saat Hamil (Ante natal Core – ANC)
Selama masa kehamilan, hendaknya perlu dikaji secara mendalam adanya faktor resiko talasemia. Apabila diduga ada faktor resiko, maka ibu perlu diberitahukan resiko yang mungkin sering dialami oleh anak setelah lahir.
9.    Data Keadaan Fisik Anak Thalasemia
v  Keluhan utama yaitu lemah dan kurang bergairah, tidak selincah anak lain yang seusia.
v  Kepala dan bentuk muka. Anak yang belum mendapatkan pengobatan mempunyai bentuk khas, yaitu kepala membesar dan muka mongoloid (hidung pesek tanpa pangkal hidung), jarak mata lebar, tulang dahi terlihat lebar.
v  Mata dan konjungtiva pucat dan kekuningan
v  Mulut dan bibir terlihat kehitaman
v  Dada, Pada inspeksi terlihat dada kiri menonjol karena adanya pembesaran jantung dan disebabkan oleh anemia kronik.
v  Perut, Terlihat pucat, dipalpasi ada pembesaran limpa dan hati (hepatospek nomegali).
v  Pertumbuhan fisiknya lebih kecil daripada normal sesuai usia, BB di bawah normal
v  Pertumbuhan organ seks sekunder untuk anak pada usia pubertas tidak tercapai dengan baik. Misal tidak tumbuh rambut ketiak, pubis ataupun kumis bahkan mungkin anak tidak dapat mencapai tapa odolense karena adanya anemia kronik.
v  Kulit, Warna kulit pucat kekuningan, jika anak telah sering mendapat transfusi warna kulit akan menjadi kelabu seperti besi. Hal ini terjadi karena adanya penumpukan zat besi dalam jaringan kulit (hemosiderosis).

2.         Diagnosa Keperawatan yang mungkin muncul
1.    PK: Anemia
2.    Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan hiperventilasi ditandai dengan perubahan kedalaman pernafasan, dispnea, pernafasan cuping hidung, dan penggunaan otot aksesoris untuk bernafas
3.    Risiko ketidakefektifan perfusi jaringan otak berhubungan dengan hipoksia jaringan otak
4.    Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera biologis (proses penyakit) ditandai dengan klien melaporkan nyeri skala 1-10, klien tampak melindungi area yang sakit, dank lien tampak gelisah
5.    Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen ditandai dengan tekanan darah abnormal, gangguan pada pemeriksaan EKG, klien menyatakan merasa letih dan lemah.
6.    Risiko infeksi berhubungan dengan ketidakadekuatan pertahanan sekunder (penurunan hemoglobin)
7.    Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan faktor biologis (proses penyakit) ditandai dengan BB menurun 20% atau lebih, klien mengeluh asupan nutrisi kurang, mukosa pucat, nyeri abdomen, dan kurang minat pada makanan
8.    Konstipasi berhubungan dengan gangguan mekanis kerja peristaltik ditandai dengan bising usus hipo/hiperaktif, anoreksia, nyeri abdomen, rasa rectal penuh, dan nyeri saat defekasi
9.    Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan medikasi ditandai dengan kerusakan lapisan kulit, gangguan permukaan kulit, dan invasi struktur tubuh.

 3.      Rencana Intervensi Keperawatan
NO
Diagnosa Keperawatan
Tujuan dan Kriteria Hasil
Intervensi
1
PK: Anemia
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selam 3x24 jam, perawat dapat meminimalkan komplikasi anemia yang terjadi dengan outcome:
·         TTV dalam batas normal (RR = 12-20 x/menit, nadi = 60-100 x menit, TD dalam batas normal 120/80 mmHg).
·         Konjungtiva berwarna merah muda
·         Hemoglobin klien dalam batas normal (10-11 gr %)
·         Mukosa bibir berwarna merah muda
·         Klien mengatakan tidak mengalami kelemahan/kelelahan
·         Akral hangat
·         Kulit tidak pucat

Mandiri 
a.       Pantau tanda dan gejala anemia yang terjadi.
b.      Pantau tanda-tanda vital
c.       Anjurkan orang tua memberikan anak makanan yang mengandung banyak zat besi dan vitamin B12
d.      Minimalkan prosedur yang bisa menyebabkan perdarahan.
Kolaborasi
a.       Kolaborasi pemberian tranfusi darah sesuai indikasi.
.
2
Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan hiperventilasi ditandai dengan perubahan kedalaman pernafasan, dispnea, pernafasan cuping hidung, dan penggunaan otot aksesoris untuk bernafas

Status Respirasi: Patensi Jalan Nafas
·         RR normal
·         Irama nafas normal
·         Kedalam pernafasan normal
·         NCH (-)
·         Dispnea (-)
Status Respirasi: Ventilasi
·         Tidak ada penggunaan otot bantu nafas
·         Retraksi dada (-)
·         Akumulasi sputum (-)
Manajemen Jalan Nafas
1.      Buka jalan nafas (chin lift jaw thrust)
2.      Posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi
3.      Lakukan Fisioterapi dada
4.      Auskultasi suara nafas
5.      Berikan bronkodilator
6.      Monitor status respirasi dan oksigenasi
Terapi Oksigen
1.      Petahankan jalan nafas paten
2.      Berikan terapi oksigen tambahan
3.      Monitor aliran oksigen
4.      Monitor efektivitas terapi oksigen
Monitor Respirasi
1.      Monitor RR, irama, kedalaman, dan usaha bernafas
2.      Perhatikan gerakan dada
3.      Monitor pola nafas
4.      Auskultasi suara nafas
5.      Monitor sekresi respirasi pasien
6.      Monitor adanya dispnea
3
Nyeri Akut berhubungan dengan agen cedera biologis (proses penyakit) ditandai dengan klien melaporkan nyeri skala 1-10, klien tampak melindungi area yang sakit, dank lien tampak gelisah
Setelah diberikan asuhan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan klien dapat nyeri berkurang, dengan kriteria hasil:
Pain level (level nyeri):
·        Klien tidak melaporkan adanya nyeri (skala 5 = none)
·        Klien tidak merintih ataupun menangis (skala 5 = none)
·        Klien tidak menunjukkan ekspresi wajah terhadap nyeri (skala 5 = none)
·        RR dalam batas normal (16-20 x/mnt) (skala 5 = normal)
·        Nadi dalam batas normal (60-100x/mnt) (skala 5 = normal)
·        Tekanan darah dalam batas normal (120/80 mmHg) (skala 5 = normal)

Kontrol nyeri:
1.      Kaji faktor pencetus nyeri
2.      Ajarkan klien dan keluarga klien teknik manajemen nyeri
3.         Kolaborasi penggunaan analgetik

Level nyeri:
1.      Kaji ketidaknyaman klien (ekspresi wajah)
2.      Lakukan pengkajian nyeri secara menyeluruh (lokasi, pencetus durasi, kualitas, frekuensi,dll)
3.      Anjurkan klien menggunakan obat antinyeri secara adekuat sesuai terapi yang dijalani klien

Vital sign:
1.      Pantau perubahan tanda-tanda vital dan respirasi klien saat nyeri berlangsung


Manajemen lingkungan: kenyamanan
1.      Batasi kunjungan orang yang menjenguk jika diperlukan
2.      Berikan lingkungan yang nyaman dan bersih
3.      Berikan posisi yang nyaman untuk memfasilitasi klien seperti imobilisasi bagian yang nyeri
4
Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan faktor biologis (proses penyakit) ditandai dengan BB menurun 20% atau lebih, klien mengeluh asupan nutrisi kurang, mukosa pucat, nyeri abdomen, dan kurang minat pada makanan
Setelah diberikan askep selama 3 x 24 jam, diharapkan  nutrisi adekuat  dengan kriteria hasil:
Nutritional status
·         Intake nutrisi tercukupi
·         Asupan makanan tercukupi
·         Asupan cairan tercukupi
·         Energi  adekuat
·         Rasio Berat / tinggi badan seimbang
·         Kekuatan Tonus otot
·         Hidrasi adekuat

Nutrition Management
1.      Mengkaji/menanyakan adanya riwayat alergi makanan
2.      Memastikan preferensi makanan klien
3.      Memberikan  asupan kalori, protein, zat besi, dan vitamin C, yang sesuai dengan kebutuhan klien
4.      Memberikan klien asupan  tinggi protein, tinggi  kalori, makanan dan minuman yang mengandung zat gizi dan mudah dikonsumsi.
5.      Memantau asupan zat gizi dan kalori klien
6.      Memberikan informasi yang tepat  kepada klien tentang kebutuhan zat  gizi yang tepat dan sesuai
Kolaborasi
7.      Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah kalori dan nutrisi , serta jenis makanan yang sesuai dengan kebutuhan klien

Nutrition Therapy
1.        Mengkaji kebutuhan nutrisi klien
2.        Memonitor makanan/ asupan cairan dan kalori yang sesuai
3.        Memantau diet sesuai kebutuhan nutrisi sehari-hari
4.        Sediakan atau Sajikan makanan dalam tampilan yang menarik,
berikan sentuhan warna-warna yang menggugah selera makan, dan variasi makanan yang beragam
5.        Lakukan Oral hygiene sebelum pasien makan bila diperlukan
6.        Monitor hasil lab
5
Risiko infeksi berhubungan dengan ketidakadekuatan pertahanan sekunder (penurunan hemoglobin)
Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan tidak terjadi infeksi, dengan kriteria hasil :
Infection Severity (Keparahan infeksi)
-          Tidak ada kemerahan (Skala 5 = None)
-          Tidak terjadi hipertermia (Skala 5 = None)
-          Tidak ada nyeri (Skala 5 = None)
-          Tidak ada pembengkakan (Skala 5 = None)
Risk Control (Kontrol resiko)
-          Tidak terjadi paparan saat tindakan keperawatan (Skala 5 = Consistenly demonstrated)

Infection control (kontrol infeksi)
1.      Bersihkan lingkungan setelah digunakan oleh klien.
2.      Batasi jumlah pengunjung.
3.      Ajarkan klien dan keluarga tekhnik mencuci tangan yang benar.
4.      Pergunakan sabun anti microbial untuk mencuci tangan.
5.      Cuci tangan sebelum dan sesudah melakukan tindakan keperawatan.
6.      Terapkan Universal precaution.
7.      Pertahankan lingkungan aseptik selama perawatan.
8.      Anjurkan klien untuk memenuhan asupan nutrisi dan cairan adekuat.
9.      Ajarkan klien dan keluarga untuk menghindari infeksi.
10.  Ajarkan pada klien dan keluarga tanda-tanda infeksi.
11.  Kolaborasi pemberian antibiotik bila perlu.
Infection protection (proteksi terhadap infeksi)
1.      Monitor tanda dan gejala infeksi sistemik dan lokal
2.      Monitor hitung granulosit, WBC
3.      Monitor kerentanan terhadap infeksi
4.      Berikan perawatan kulit.
5.      Inspeksi kulit dan membran mukosa terhadap kemerahan, panas dan drainase


4.      Implementasi (sesuai kasus)
5.      Evaluasi
NO Dx
Evaluasi
1
·         TTV dalam batas normal (RR = 12-20 x/menit, nadi = 60-100 x menit, TD dalam batas normal 120/80 mmHg).
·         Konjungtiva berwarna merah muda
·         Hemoglobin klien dalam batas normal (10-11 gr %)
·         Mukosa bibir berwarna merah muda
·         Klien mengatakan tidak mengalami kelemahan/kelelahan
·         Akral hangat
·         Kulit tidak pucat
2
Status Respirasi: Patensi Jalan Nafas
·         RR normal
·         Irama nafas normal
·         Kedalam pernafasan normal
·         NCH (-)
·         Dispnea (-)
Status Respirasi: Ventilasi
·         Tidak ada penggunaan otot bantu nafas
·         Retraksi dada (-)
·         Akumulasi sputum (-)
3
Pain level (level nyeri):
·        Klien tidak melaporkan adanya nyeri (skala 5 = none)
·        Klien tidak merintih ataupun menangis (skala 5 = none)
·        Klien tidak menunjukkan ekspresi wajah terhadap nyeri (skala 5 = none)
·        RR dalam batas normal (16-20 x/mnt) (skala 5 = normal)
·        Nadi dalam batas normal (60-100x/mnt) (skala 5 = normal)
·        Tekanan darah dalam batas normal (120/80 mmHg) (skala 5 = normal)
4
Nutritional status
·         Intake nutrisi tercukupi
·         Asupan makanan tercukupi
·         Asupan cairan tercukupi
·         Energi  adekuat
·         Rasio Berat / tinggi badan seimbang
·         Kekuatan Tonus otot
·         Hidrasi adekuat
5
Infection Severity (Keparahan infeksi)
-          Tidak ada kemerahan (Skala 5 = None)
-          Tidak terjadi hipertermia (Skala 5 = None)
-          Tidak ada nyeri (Skala 5 = None)
-          Tidak ada pembengkakan (Skala 5 = None)
Risk Control (Kontrol resiko)
-          Tidak terjadi paparan saat tindakan keperawatan (Skala 5 = Consistenly demonstrated)

DAFTAR PUSTAKA

Carpenito, Linda Jual. 2001. Rencana Asuhan & Dokumentasi Keperawatan. Jakarta : EGC.
Guyton & Hall. 2003. Fisiologi Kedokteran. Jakar Ralph & Rosenberg, 2003, Nursing Diagnoses: Definition & Classification 2005-2006, Philadelphia USA.
Hassan, Rusepno, 1998, Ilmu Kesehatan Anak, Jilid I. FKUI : Jakarta.
Mansjoer, Arif. 2000. Kapita Selekta Kedokteran. Edisi 3 Jilid II. Jakarta : EGC.
Margan Speer, Kathleen. 2007. Rencana Asuhan Keperawatan Pediatrik dengan Clinical Pathway Edisi 3Jakarta: EGC

NANDA. 2009-2011. Panduan Diagnosa Keperawatan Nanda: Definisi dan Klasifikasi. Jakarta: Prima Medika
Ngastiyah. 1997. Perawatan Anak Sakit. Jakarta: EGC

Price, Sylvia A dan Lorraine M. Wilson. 2002. Patofisiologi, Konsep Klinis Proses-proses Penyakit. Jakarta: EGC
Suriadi S.Kp dan Yuliana Rita S.Kp, 2001, Asuhan Keperawatan Anak, Edisi I. PT Fajar Interpratama : Jakarta.

UNTUK PATHWAY/WOC SILAHKAN HUB/ PM ke aditanaya24@gmail.com